[CERPEN] Hujan

Kisah tentang persahabatan dan Hujan

Rintihan demi rintihan hujan di tepi jalan nan sunyi, di bawah rindangnya pohon yang menjadi tempat berteduh bagiku saat ini. Rintihan hujan nyaris tak mengenaiku, meskipun demikian baju yang telah terkena air hujan sebelum berteduh membuatku sedikit risau, harap-harap cemas semoga seragamku ini bisa kering sebelum mentari terbit besok.

"Makanya jangan malas mencuci jadi kan begini, punya seragam tiga pasang tapi yang dua pasangnya lagi belum dicuci." Ocehku di dalam hati.

"Ahh, pasti bisa kering. Kan bisa dikipas atau disetrika biar seragamnya cepat kering." perkataanku seketika memotivasi diriku.

Mata yang menelaah sekitarku menjadi pengusir keheningan ini. Tak kusangaka jalan ini terlihat begitu indah dengan pohon di kedua pinggirannya, beda sekali dengan jalan di kota yang dipenuhi bangunan tinggi yang menjulang menjadi penghias jalan-jalan.

Sejauh mata memandang terlihat seseorang berlari mendekat terlihat seorang perempuan dengan rok seragam SMP nan panjang yang terlihat begitu menyusahkan langkahnya

"Itu Niza bukan? Iya, kayaknya dia!" Kenalku seketika

"Hooooiiii... cepat larinya!" Teriakku padanya meski kuanggap sebagai motivasi tapi agak sedikit meledek.

" Hooiiii...." Balasnya dengan suara terengah-engah.

Wajah mungilnya yang semakin dekat, kini terlihat cukup pucat ditambah dengan balutan kerudung yang telah lepek karena hujan tak menghentikan langkah kakinya.

"Ahh, akhinya sampai juga." Katanya .

"Yeaahhh!" ucapku sambil memandanginya mencoba mengisyaratkan sesuatu padanya.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu ada yang aneh?" Kalimatnya dengan suara yang lembut dan terucap dari bibirnya .

"Tidak, tidak ada." Kataku tak mampu lagi melihat wajahnya.

"Tidak, dari kemarin terlihat ada sesuatu yang membuatmu risau. Katakanlah, aku akan mendengarnya."

Tutur kata yang begitu lembut darinya membuatku begitu sedih untuk mengatakannya

"Ayolah, katakana saja"

Kuraih tanganya dan berkata "Hmm... minggu depan aku akan kembali ke kota"

Kini, mataku tak mampu lagi menampung kesedihan menjelang perpisahanku denganya, Sahabat yang sudah begitu baik yang telah menjadi pelipur lara yang mungkin tak dapat kutemukan sesosok sahabat sepertinya lagi.

"Aku sudah tahu kok , Ayahku mengatakannya kemarin. Oh iya , kamu percaya takdir bukan?"

Kuanggukkan kepalaku tanda setuju padanya.

"Kamu tahu, takdirlah yang memisahkan dan mempertemukan kita dan semoga takdir mempertemukan kita kelak."

Seketika dia memelukku , begitu erat rasanya.

"Sebelumya maaf karena bajumu jadi tambah basah kuyup sekarang." Katanya .

"Ahh, kamu ini!" Ucapku terdengar kesal, meski itu bukanlah masalah bagiku.Ku peluk ia semakin erat.

Skip time

"Lihat hujannya telah reda. Ayo kita pulang!"

"Hmm." Seuntai suara yang kualunkan tanda setuju.

Akhirnya aku dan Niza melangkahkan kaki perlahan meninggalkan sebuah pohon nan rindang, pelindung dari derasnya hujan dan menjadi saksi persahabatan kami.

2 tahun kemudian

"Ayah, tolong berhenti sebentar."

"Untuk apa Nak?"

"Ada yang ingin kulihat"

Ayah pun menghentikan mobilnya tepat di pinggir jalan.

"Rasanya waktu berjalan begitu lambat dan juga begitu cepat. Pohon, apa kamu masih ingat denganku, anak perempuan 2 tahun lalu yang bernaun di bawah rindangnya ranting dan daunmu . Terimah kasih telah menaungiku kala itu."

Titik-titik air jatuh dari langitpun jatuh membasahiku menjadi penanda aku harus segera ke mobil.

"Nak, ayo cepat naik, hujan deras akan segera turun." Ucap Ibu memanggilku

"Iya, Ibu!"

"Pohon, kuharap kamu masih mengingatku begitu pun dengan Niza."

Kumelangkahkan kakiku menuju mobil dan ayah pun segera menyetir kembali. Hujan ini persis saat itu. Tak berapa jauh dari tempat tadi, kubalikkan badan dan melihat ke pohon itu lagi , ku tak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang.

"Ayah, tolong berhenti! "

"Ada apa lagi?"

"Kumohon ayah, berhenti sekarang!"

Tak menunggu waktu yang lama Ayah pun menghentikan laju mobil. Perlahan-lahan ku melangkah keluar mobil dan seketika berlari mendekati pohon itu. Kutatap dalam-dalam apa yang ada di depanku sekarang, seseorang yang selama ini kurindunkan.

"Rahmi, benar itu kamu kan?" Katanya

Kuanggukkan kepala dan tak menungggu waktu yang lama kupeluk ia begitu erat.

"Kamu tampak lebih cantik dan ayu sekarang, nggak tomboy lagi." Katanya lagi

"Kamulah yang membantuku jadi seperti ini." Ucapku sambil melepaskan dekapanku padanya.

Terlihat senyum di wajahnya, begitu indah. Kini atas izin Tuhan, takdir mempertemukan kami lagi di bawah pohon ini di tengah – tengah derasnya hujan.

.

Amanda Pratiwi. Bulukumba, 2015. Dalam Antalogi Cerpen "Aku, Kamu dan Pohon Kenangan Kita" oleh Penerbit Meta Kata.

Note: cerita ini hanya fiksi belaka, ambil hikmahnya yang bertentangan dengan norma apapun jangan ditiru

Post a Comment for "[CERPEN] Hujan"