[CERPEN] Bersama Mawar Itu

Rose mawar

Pertemuan yang begitu indah, begitu bermakna. Aku sangat bersyukur bertemu dengannya. Dirimu, ukhti fillah.

***

"Zahra, sepulang sekolah, kamu pergi ambil bunga di toko bunga langganan mama, ya!"

"Ok, sip mam." Kataku dan langsung pergi.

Sepulang sekolah tanpa lupa dengan pesan mama. Aku langsung ke toko bunga. Sesampaiku di toko bunga, perlahan kubuka pintu masuk toko itu. Tiba-tiba...

"Selamat datang...." Sapa seseorang dengan ceria.

Aku hanya menyunggingkan senyum pada seorang perempuan yang terlihat seumuran denganku. Dan dia juga masih memakai seragam SMA yang terlihat anggun dengan juluran kerudung yang ia kenakan.

"Ayo, silahkan duduk." Katanya mempersilahkanku duduk di sebuah bangku di pojok ruangan ini.

Ia kemudian menghilang dari pandanganku dan beberapa menit kemudian dia membawa sebuah cangkir berisi teh untukku. Aku tak percaya ada toko seperti ini.

"Ini silahkan diminum...."

"Maaf ... aku lagi puasa."

"Oh maaf ... jadi kamu juga muslim?" katanya.

'Aku rasa aku memaklumi jika ia berkata seperti itu ... diriku ini memang tak tampak sebagai perempuan muslimah bahkan banyak yang bilang kalau aku mirip cowok. Tapi apa boleh buat, inilah diriku.'

"Opps, maafkan aku karena sudah lancang." Katanya membuyarkan lamunanku.

"Ngak, apa-apa kok. Oh iya, aku kesini mau ngambil pesanan bunga mamaku." Kataku tersenyum melupakan semuanya.

"Maaf ibuku lagi ngak ada. Tapi, jika kamu ingin mengambil bunganya sekerang, maka aku akan merangkainya untukmu. Memangnya bunga apa yang di pesan oleh mamamu?"

"Heheh ... aku juga tidak tahu...." Kataku garuk-garuk kepala tak gatal."Kalau gitu nanti sajalah diambilnya. Hmm... aku pulang, ya! Dan terima kasih untuk tehnya, meski tak kuminum tapi terima kasih sekali lagi."

"Eh, tunggu dulu...." Perintahnya kemudian pergi dari hadapanku.

Wajah perempuan yang pergi beberapa menit lalu dari hadapanku, akhirnya datang juga.

"Ini untukumu!" katanya menyodorkon setangkai bunga mawar putih yang telah di bungkus indah. 

"Ini apa?" kataku melihat sebuah kertas layaknya kartu ucapan yang ikut ditempelinya di bunga itu.

"Baca saja, tapi bacanya setelah kamu sampai di rumah, ya! Oh iya, perkenalkan namaku Anif Laila. Salam kenal."

"Iya ... dan namaku Asia Zahra, senang bertemu denganmu. Kalau gitu aku pulang dulu, ya!" Ucapku merangkai senyum yang tak kalah indah dengan mawar yang ia berikan.

Sesampai di rumah aku begitu penasaran dengan secarik kertas itu. Dan ...

"Assalamu'alaikum ukhti ... sebelumnya maaf jika kata-kataku ini lancang dan sok ikut campur dengan uruusan ukhti, tapi saya rasa ukhti orangnya baik dan saya harap ukhti dapat menerima pesan ini dan mengamalkannya. Ibnu 'Abbas radhiallahu'anhu berkata, 'Rasulullah shallallahu'alahi wa sallam melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai lak-laki.'(HR. Bukhari). Kuharap ukhti tidak marah atas kelancanganku ini. Wassalam J"

Hatiku tak karuan membaca pesan perempuan -Ah, Anif namanya- tadi. Tanpa kusadari ada ketakutan dalam diriku terhadap-Nya. Kupandangi diriku dalam cermin dan kudapati diriku benar-benar tak layak disebut wanita. Tanpa kusadari air mataku jatuh.

Hari demi hari berlalu, perlahan-lahan diriku yang tomboy berubah. Aku bahkan meminjam rok dan baju yang syar'i dari kakakku. Sontak keluargaku pun kaget melihat perubahanku.

Beberapa Minggu Kemudian...

Sebuah senyum mekar di wajahku melihat seorang perempuan di hadapanku kini.

"Selamat datang. Ada yang bisa kubantu."

"Ini untukmu!" tanpa basa-basi langsung saja kuberi perempuan itu setangkai bunga mawar putih seperti yang ia berikan padaku beberapa minggu yang lalu."Terima kasih, ukhti. " Lanjutku.

Ia terlihat bingung dan memandangi wajahku beberapa saat. "Mungkinkah, itu kamu?" tanyanya bingung.

"Hmm...." Gumamku sambil mengangguk.

Seketika itu pula dia mendekapku, "Ukhti, ana uhibbuki fillah (Saudariku, aku mencintaimu karena Allah)." Katanya mendekapku.

Sungguh aku begitu bahagia dipertemukan dengan perempuan seperti dirinya. Seseorang yang membawaku kembali ke jalan-Nya melalui setangkai mawar indah dan sepucuk kertas yang begitu bermakna.

SELESAI

Amanda Pratiwi. Bulukumba, 4 Juni 2015. Dalam Antalogi cerpen "Rendezvous" oleh Mazaya Publishing House.

Note: ambil hikmahnya, yang bertentangan dengan norma apapun supaya tidak ditiru

Post a Comment for "[CERPEN] Bersama Mawar Itu"